
JAKARTA - Pemangkasan subsidi listrik melalui pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dinilai sebagai langkah strategis untuk meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Gagasan ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menilai energi surya dapat menjadi kunci dalam menekan biaya penyediaan listrik nasional.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik wacana tersebut dan menekankan pentingnya kebijakan konkret agar rencana ini tidak berhenti pada sekadar wacana.
Baca Juga
“Baru pertama kali ada Menteri Keuangan yang bicara soal menurunkan subsidi listrik dengan energi terbarukan, khususnya surya. Itu langkah yang tepat,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. Menurutnya, langkah pemerintah ini menandai babak baru dalam pemanfaatan energi bersih di Indonesia.
Efisiensi Biaya dengan PLTS
Fabby menjelaskan bahwa secara teknis penggunaan PLTS skala besar dalam sistem Perusahaan Listrik Negara (PLN) mampu menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik secara signifikan. PLTS tidak membutuhkan bahan bakar seperti pembangkit berbasis minyak dan gas, sehingga ongkos produksinya lebih efisien.
“Kalau bauran listrik energi terbarukan di sistem PLN bisa lebih tinggi daripada 23 persen di tahun 2030, biaya produksi tenaga listrik itu bisa turun kira-kira 10 persen,” jelasnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa manfaat PLTS akan terbatas jika pemerintah tetap menambah pembangkit berbasis fosil. “Kalau pembangkit fosilnya nambah, ya beda lagi hitungannya. Karena yang bikin mahal itu pembangkit fosil sebenarnya,” tegas Fabby. Hal ini menunjukkan bahwa transisi energi harus dilakukan menyeluruh, tidak hanya dengan menambah PLTS tetapi juga mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Reformasi Subsidi dan Kebijakan Energi
Selain memperbesar porsi energi terbarukan, pemerintah juga disarankan untuk melakukan reformasi pada skema subsidi dan kompensasi listrik.
Saat ini, hampir semua golongan pelanggan PLN masih menikmati subsidi, sehingga beban negara terus membengkak setiap tahun. Tanpa rasionalisasi tarif listrik, pemangkasan subsidi tidak akan optimal.
IESR menilai bahwa revisi Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) menjadi langkah penting agar PLN dapat menyesuaikan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) sesuai dengan visi transisi energi bersih.
“Kalau RUKN tidak dirubah, PLN juga tidak akan berubah. Jadi kuncinya ada di sana,” ujar Fabby. Pembaruan kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat komitmen pemerintah dalam mewujudkan bauran energi yang lebih ramah lingkungan.
Industri Surya Dalam Negeri Siap Tumbuh
Fabby menegaskan bahwa industri modul surya dalam negeri sebenarnya sudah memiliki kapasitas produksi yang besar, yakni sekitar 5 gigawatt (GW) per tahun. Bahkan, kapasitas ini diproyeksikan dapat mencapai 10 GW pada 2026 jika seluruh rencana investasi berjalan sesuai target.
“Industri PLTS kita sudah ada, bahkan beberapa perusahaan sudah ekspor ke Amerika. Jadi bukan soal teknologi atau kapasitas, yang kita butuhkan sekarang itu market di dalam negeri,” katanya.
Menurutnya, bila pemerintah konsisten mendorong pemangkasan subsidi listrik melalui PLTS, pasar domestik akan terbentuk secara alami.
“Supaya industri bisa hidup, paling tidak kita butuh market 8 sampai 10 GW per tahun. Kalau itu ada, industri surya dan baterai bisa melesat,” tambahnya. Dengan terbentuknya pasar dalam negeri yang kuat, industri energi surya Indonesia berpotensi menjadi pemain penting di tingkat global.
Dukungan Ekosistem Energi Bersih
Selain modul surya, pembangunan pabrik baterai di Karawang, Halmahera, dan Morowali disebut sebagai bagian penting dari ekosistem energi bersih nasional. Keberadaan pabrik-pabrik ini akan mendukung pasokan baterai untuk penyimpanan energi surya sekaligus menciptakan nilai tambah ekonomi.
“Saya tidak khawatir soal kapasitas industri. Yang penting adalah kepastian pasar. Kalau ada pasar, industri ini bisa tumbuh cepat,” tegas Fabby.
IESR menilai bahwa dengan kombinasi kebijakan fiskal yang tepat, dukungan pasar domestik, dan pemanfaatan energi terbarukan seperti PLTS, pemangkasan subsidi listrik bukan hanya akan meringankan beban APBN, tetapi juga memperkuat daya saing Indonesia di industri energi bersih global.
Kebijakan ini juga dapat mempercepat transformasi energi Indonesia menuju sistem yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Menuju Transformasi Energi yang Berkelanjutan
Langkah pemerintah untuk mengurangi subsidi listrik melalui PLTS diharapkan menjadi titik awal transformasi energi yang nyata.
Selain mampu menekan beban APBN, kebijakan ini juga mendukung target pengurangan emisi karbon yang menjadi komitmen Indonesia dalam perjanjian iklim internasional.
Dengan dukungan kebijakan yang tepat, industri energi surya di dalam negeri, dan keberanian pemerintah untuk mereformasi sistem ketenagalistrikan, pemangkasan subsidi listrik bukan hanya akan menghemat anggaran negara, tetapi juga membuka peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi hijau.
PLTS menjadi simbol bahwa Indonesia mampu menggabungkan kepentingan ekonomi dan lingkungan demi masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Sindi
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Tanda Hubungan Toxic Narsistik: Dari Love Bombing hingga Gaslighting
- Rabu, 24 September 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Promo Spesial HUT ke-80 KAI, Tiket Kereta Hanya Rp80 Ribu
- 24 September 2025
2.
Pertumbuhan Signifikan Layanan Limbah B3 KAI Logistik
- 24 September 2025
3.
PT Timah Optimistis Capai Produksi 30.000 Ton Sn 2026
- 24 September 2025
4.
Garudafood Terapkan Strategi 3B Demi Jangkau Konsumen
- 24 September 2025
5.
Sinergi Danantara dan Boeing Perkuat Masa Depan Penerbangan
- 24 September 2025