Malaysia Didukung Pimpin Transformasi Energi Terbarukan ASEAN untuk Mitigasi Krisis Iklim
- Selasa, 25 Februari 2025

JAKARTA - Sebagai Ketua ASEAN tahun 2025, Malaysia mendapatkan dorongan kuat untuk melaksanakan agenda transformasi energi di kawasan Asia Tenggara. Langkah ini dinilai sebagai kontribusi penting dalam upaya mitigasi krisis iklim global. Institute for Essential Services Reform (IESR), melalui Koalisi Transisi Energi di Asia Tenggara atau Southeast Asia Energy Transition Coalition (SETC), mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk memperkuat transisi energi di kawasan ini.
Komitmen dan Kolaborasi Regional
Menurut IESR, langkah pertama yang dapat diambil Malaysia sebagai pemimpin ASEAN adalah memperkuat komitmen dan kolaborasi serta kebijakan regional. Ini bertujuan untuk mendorong setiap negara anggota ASEAN agar konsisten dalam upaya pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil. "Penting bagi negara-negara di Asia Tenggara untuk berkomitmen secara bersama dalam aksi transisi energi demi menjaga keberlanjutan lingkungan," demikian disampaikan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.
Tantangan Energi Terbarukan
Fabby Tumiwa mengungkapkan bahwa saat ini porsi energi terbarukan dalam total pasokan energi primer ASEAN masih berada di angka yang rendah, sekitar 15,6 persen. Angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 23 persen pada tahun 2025. Padahal, Asia Tenggara memiliki potensi yang cukup besar dengan lebih dari 17 terawatt (TW) energi terbarukan yang dapat dieksplorasi.
Kendati demikian, investasi yang masuk ke sektor energi terbarukan di kawasan ini masih tergolong minim. ASEAN hanya menerima sekitar 2 persen dari total investasi energi terbarukan global, meskipun ASEAN menyumbang 6 persen dari PDB dunia dan 5 persen dari permintaan energi global. "Ketergantungan pada bahan bakar fosil masih sangat kuat, dan tanpa intervensi signifikan, bahan bakar fosil akan terus memenuhi hingga 75 persen dari kebutuhan energi ASEAN," Fabby menambahkan.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Fabby menekankan bahwa tanpa langkah nyata dalam transisi ke energi bersih, ASEAN bisa menghadapi risiko ekonomi dan lingkungan yang serius. Penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan tidak hanya meningkatkan emisi karbon, namun juga berpotensi meningkatkan kerentanan ekonomi di kawasan ini. Oleh karena itu, transisi energi menjadi agenda krusial yang harus segera diambil tindakan.
Strategi Transisi Energi ASEAN
IESR telah mengusulkan ASEAN Energy Transformation Agenda yang terdiri dari empat pilar utama. Pertama, percepatan pengembangan dan integrasi energi bersih. Salah satunya melalui ASEAN Just Energy Transition Partnership (ASEAN-JETP) yang bertugas membuka pendanaan hingga 130 miliar dollar AS per tahun hingga 2030. Ini dirancang untuk memberikan support finansial yang signifikan dalam mencapai target energi terbarukan.
Kedua, menjadikan ASEAN sebagai pusat manufaktur dan perdagangan energi bersih. Inisiatif ini dapat dilaksanakan dengan meluncurkan ASEAN Clean Energy Industrial Strategy, yang bertujuan menarik investasi lebih dari 100 miliar dollar AS dalam sektor-sektor penting seperti sel surya, kendaraan listrik, baterai, turbin angin, dan hidrogen hijau.
Ketiga, memperkuat investasi hijau dan mekanisme pembiayaan. Dengan memperluas taksonomi hijau ASEAN dan kerangka keuangan berkelanjutan, diharapkan dapat menarik lebih banyak investor global dan meningkatkan penerbitan obligasi hijau, yang sangat penting dalam mendukung keberlanjutan proyek energi bersih.
Keempat, meningkatkan koordinasi kebijakan dan pengembangan tenaga kerja. Langkah ini termasuk mendirikan ASEAN Clean Energy Workforce Initiative, yang diproyeksikan menciptakan lebih dari tiga juta lapangan kerja baru di sektor manufaktur, teknik, dan inovasi digital. "Pengembangan tenaga kerja lokal menjadi krusial agar kita memiliki tim yang siap dan memahami sektor energi bersih," jelas Fabby.
Kerja Sama dan Dukungan Internasional
Dalam pertemuan ASEAN, dukungan internasional diharapkan akan memainkan peran penting dalam mempercepat transisi energi ini. Kolaborasi dengan negara-negara maju dan organisasi internasional dianggap akan membantu ASEAN dalam mengembangkan teknologi energi terbarukan serta mendapatkan investasi yang diperlukan. "Kerja sama ini penting untuk memastikan kita mencapai target energi bersih yang ambisius, sementara tetap mengakomodasi pertumbuhan ekonomi regional," tambah Fabby.
Sebagai kesimpulan, transisi energi terbarukan di ASEAN memerlukan usaha bersama dari semua negara anggota, di mana Malaysia sebagai pemimpin ASEAN 2025 memegang peran strategis dalam memandu dan mendorong perubahan ini. "Semua negara harus bersedia meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan untuk menciptakan masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan," pungkasnya.
Dengan langkah-langkah strategis dan kolaboratif ini, diharapkan ASEAN dapat mencapai targetnya dan memberikan kontribusi nyata dalam memitigasi perubahan iklim di tingkat global.

David
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
8 Mobil Listrik Modern Hadir dengan Aplikasi Canggih
- 10 September 2025
2.
Makanan Tradisional Jepang Mendukung Umur Panjang Sehat
- 10 September 2025
3.
Daftar Harga BBM Pertamina Seluruh Indonesia Hari Ini
- 10 September 2025
4.
PLN Pastikan Tarif Listrik September 2025Tetap Stabil
- 10 September 2025
5.
Harga Minyak Naik, Prospek Ekonomi Tetap Menjanjikan
- 10 September 2025