Kamis, 11 September 2025

Pelemahan Rupiah Ancam Stabilitas Harga Minyak Goreng, GAPKI Ingatkan Bahaya Jika Kondisi Berlanjut

Pelemahan Rupiah Ancam Stabilitas Harga Minyak Goreng, GAPKI Ingatkan Bahaya Jika Kondisi Berlanjut
Pelemahan Rupiah Ancam Stabilitas Harga Minyak Goreng, GAPKI Ingatkan Bahaya Jika Kondisi Berlanjut

JAKARTA - Nilai tukar rupiah mengalami tekanan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah memanasnya sentimen perang tarif yang diprakarsai oleh Presiden Donald Trump. Menurut data yang dihimpun dari Refinitiv, rupiah terus mengalami pelemahan dengan nilai tukar pada Jumat, 28 Februari 2025, mencapai Rp16.585 per USD, turun sebesar 0,85% dari posisi sebelumnya. Ini menggambarkan penurunan drastis dibandingkan penutupan perdagangan pada Kamis, 27 Februari 2025, yang berada di angka Rp16.445 per USD dengan depresiasi 0,49%.

Fenomena depresiasi rupiah ini menjadi perhatian sejumlah pihak, termasuk Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menyampaikan kekhawatirannya atas dampak pelemahan ini terhadap industri minyak sawit dalam negeri. "Kalau jangka pendek tidak masalah, ini akan berpengaruh harga minyak sawit di lokal akan naik dan dapat berakibat harga minyak goreng dalam negeri akan terpengaruh karena kenaikan bahan baku," ungkap Eddy kepada CNBC Indonesia.

Dampak Langsung dan Tidak Langsung Pelemahan Rupiah

Pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya berdampak langsung pada harga minyak sawit mentah di dalam negeri tetapi juga berpotensi menekan kenaikan harga minyak goreng yang sudah menjadi komoditas esensial bagi masyarakat Indonesia. Eddy menjelaskan bahwa jika pelemahan ini hanya berlangsung dalam jangka pendek, dampaknya mungkin masih dapat dikontrol. Namun, situasi bisa berubah lebih parah jika depresiasi rupiah terus berlangsung dalam waktu lama.

"Tetapi kalau kondisi seperti ini terlalu lama maka biaya produksi di hulu akan naik, ini karena beberapa komponen seperti pupuk mayoritas diimpor karena memang tidak ada di dalam negeri," Eddy menambahkan. Bahkan, selain bahan baku, biaya logistik dan distribusi juga cenderung meningkat tajam di tengah nilai tukar yang melemah.

Perbandingan Dengan Masa Pandemi

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, kondisi nilai tukar saat ini bahkan lebih buruk dibandingkan dengan saat pandemi Covid-19 pada Maret 2020, di mana penutupan pada 23 Maret 2020 mencapai Rp16.550 per USD. Saat ini, meskipun belum menembus level terparah secara intraday pada periode yang sama di Rp16.620 per USD, posisi terpuruk saat ini memberikan indikasi ketidakstabilan ekonomi yang signifikan.

Respon Pemerintah dan Pelaku Industri

Situasi pelemahan rupiah dengan kondisi global yang tidak stabil mengharuskan pemerintah dan pelaku industri untuk merumuskan strategi antisipatif. Dalam konteks ini, intervensi kebijakan moneter diperlukan guna mengendalikan fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Selain itu, diversifikasi sumber bahan baku dan peningkatan efisiensi produksi juga menjadi solusi bagi industri minyak sawit untuk mengurangi dampak dari pelemahan rupiah.

Pemerintah, melalui Bank Indonesia, dapat mempertimbangkan beberapa langkah untuk menaikkan suku bunga acuan sebagai cara mengantisipasi tekanan inflasi dari kenaikan harga komoditas impor. Sementara itu, para pelaku industri disarankan untuk menjalin kerja sama strategis dengan pemasok lokal guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku seperti pupuk.

Pandangan Ahli Ekonomi

Bukan hanya dari kalangan industri, beberapa pakar ekonomi nasional juga mengungkapkan kekhawatiran serupa. Dampak dari perang tarif dan ketidakpastian ekonomi global disebut-sebut menjadi faktor utama yang menyebabkan pelemahan rupiah secara signifikan. Ahli ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Rini Suryani, menyatakan bahwa pelemahan rupiah bisa memicu inflasi karena harga impor yang lebih tinggi.

"Inflasi dapat menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi jika depresiasi rupiah ini tidak diatasi segera. Pemerintah perlu bertindak cepat agar kita bisa menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga barang pokok," ujar Dr. Rini.

Harapan di Tengah Tantangan

Di tengah kondisi yang menantang ini, para pelaku industri kelapa sawit tetap berharap akan adanya perbaikan. Peningkatan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci untuk mengatasi kondisi sulit ini. Upaya untuk mengurangi ketergantungan impor pupuk serta mendorong inovasi dalam pengelolaan industri sawit menjadi agenda penting yang harus dilaksanakan.

Sebagai penutup, situasi pelemahan rupiah ini mengingatkan semua pihak akan pentingnya menciptakan ketahanan ekonomi yang lebih baik melalui kebijakan yang tepat sasaran dan implementasi yang konsisten. Kedepannya, diharapkan adanya sinergi dan koordinasi mendekati sempurna antara pemerintah dan pelaku industri agar ancaman terhadap stabilitas harga barang pokok, seperti minyak goreng, dapat ditekan seminimal mungkin.

Wahyu

Wahyu

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Ini Harga Asli BBM Pertalite September 2025 Terbaru

Ini Harga Asli BBM Pertalite September 2025 Terbaru

Green Hydrogen Ulubelu Gunakan Energi Panas Bumi Terbarukan

Green Hydrogen Ulubelu Gunakan Energi Panas Bumi Terbarukan

Dukungan Pemerintah Buat Petani Surian Lebih Sejahtera

Dukungan Pemerintah Buat Petani Surian Lebih Sejahtera

Elnusa Petrofin Apresiasi Jurnalis Energi dan Keberlanjutan

Elnusa Petrofin Apresiasi Jurnalis Energi dan Keberlanjutan

Indonesia Dorong Transportasi Ramah Lingkungan Lewat Energi Baru

Indonesia Dorong Transportasi Ramah Lingkungan Lewat Energi Baru