Nasib Program Rumah Murah: Tantangan dan Harapan di Tengah Pengurangan Anggaran
- Kamis, 27 Februari 2025

JAKARTA - Pada pertengahan Februari 2025, diskusi penting terkait program pembangunan rumah murah bergulir di tingkat tertinggi pemerintahan Indonesia, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, yang akrab disapa Ara, terlibat dalam beberapa pertemuan krusial dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Menteri BUMN Erick Thohir. Tujuannya adalah mencari dukungan finansial bagi program ambisius Presiden Prabowo Subianto untuk membangun 3 juta rumah dalam setahun.
Dukungan Bank Indonesia: Dorongan Likuiditas
Pertemuan tersebut membuahkan hasil signifikan dengan Bank Indonesia yang menyetujui pemberian insentif likuiditas makroprudensial senilai Rp80 triliun. Dana ini ditujukan untuk bank-bank penyalur kredit perumahan guna mendukung program pembangunan rumah murah. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa salah satu langkah strategis adalah penurunan giro wajib minimum (GWM) dari bank-bank.
"Dukungan-dukungan yang diberikan oleh Bank Indonesia salah satunya adalah melalui yang kami sebut adalah kebijakan insentif likuiditas makroprudensial yaitu dengan menurunkan kewajiban GWM (giro wajib minimum) dari bank-bank," ujar Perry Warjiyo dalam pertemuan tersebut.
Selain itu, BI juga berencana membeli surat utang yang diterbitkan pemerintah untuk mendanai program tersebut. Langkah ini diambil meskipun Kementerian PKP mengalami pemangkasan anggaran dari Rp5,27 triliun menjadi Rp3,46 triliun pada tahun 2025.
Mencari Solusi di Tengah Pemangkasan Anggaran
Menteri Ara menyadari bahwa tantangan terbesar adalah mengejar target pembangunan di tengah keterbatasan anggaran. “Makanya mesti berusaha. Berusaha bagaimana? Karena kalau pakai APBN kalian sudah tahu dengan APBN Rp3 triliun mau bikin apa? Ini namanya solusi. Kami harus berpikir, kata Pak Prabowo. Berpikir harus kreatif, inovatif, tapi sesuai aturan dan cepat. Kalau kami cuma pasrah saja dengan anggaran yang ada, kami kan, gak boleh pasrah," tegas Ara.
Langkah-langkah yang diambil Ara sebenarnya merupakan bagian dari peta jalan yang disusun untuk mencapai target pembangunan. Pernyataan ini adalah tanggapan atas keluhan asosiasi pengembang yang menagih peta jalan program tersebut. Ara menegaskan, "Lho ini kan salah satu peta yang kami buat. Ini jawaban gak? Memang bisa bangun rumah kalau gak ada likuiditasnya? Ini salah satu solusi gak? Jelasin saja sama pengembang."
Kritik dari Asosiasi Pengembang dan Potensi Masalah
Tak semua pihak menyambut baik wacana ini. Junaidi Abdillah, Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), mengungkapkan kekhawatirannya terhadap berbagai wacana yang dilontarkan oleh Ara. Salah satu yang menjadi sorotan adalah rencana pembangunan rumah murah di atas lahan aset negara. "Wacana membangun rumah di atas negara dengan harga jual murah, itu mengganggu pasar, padahal barang ini belum jalan. Kan nggak harus program satu berjalan membunuh program yang lain," ujar Junaidi.
Selain itu, ada juga wacana memanfaatkan lahan sitaan kasus korupsi untuk program ini, yang dianggap bermasalah karena berpotensi menimbulkan sengketa di masa depan. Junaidi menyoroti, "Itu hasil sengketa yang sudah clear, katanya. Tapi di perjalanan kita enggak ngerti. Yang tanah asalnya clear saja, bisa digugat orang, bisa dimasalahkan orang, apalagi kalau riwayat, history-nya justru, dari yang sengketa."
Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch, menilai bahwa tanpa adanya payung hukum yang jelas, pemanfaatan lahan sitaan korupsi dan aset negara sangat berisiko. “Karena ketika salah satu dirut BUMN akan merilis, melepas tanah itu untuk bank tanah, mereka enggak berani. Kenapa? Ketika dia tanda tangan, BPK, KPK, masuk, ‘ini apa modus, motifnya kasih tanahnya?’" tandas Ali.
Investasi Qatar: Harapan di Tengah Ketidakpastian
Kerja sama dengan investor asing pun menjadi sorotan. Nota kesepahaman dengan Qatar untuk membangun 1 juta rusunami di lahan pemerintah telah diteken awal Januari 2025. Ara optimistis bahwa komitmen ini akan berlanjut. "Perintah presiden (soal) Qatar, satu, targetnya (sasaran) menengah ke bawah. Dua, yang digunakan tanah negara. Tiga, hukum yang dipakai adalah hukum Indonesia. Empat, duitnya Qatar yang bawa. Itu prinsip-prinsip," ungkap Ara.
Namun, keraguan masih muncul terutama dari legislatif. Ketua Komisi V, Lasarus, menyatakan, “Qatar kayaknya Belanda masih jauh. Belum ada, belum. Dilaporin kami aja belum kalau Qatar."
Tuntutan dan Desakan dari DPR
Sementara itu, anggota Komisi V DPR, Yasti Soepredjo, mendesak Ara untuk menjelaskan strategi pemenuhan target meski anggaran mengalami pemangkasan drastis. "Saya sudah bilang, pemerintah menargetkan 3 juta rumah, tapi anggarannya belum jelas. Pemerintah menargetkan 3 juta rumah, 1 juta rumah di wilayah perkotaan, 2 juta rumah di wilayah pedesaan. Tapi sampai hari ini anggarannya belum jelas," ujar Yasti dalam pertemuan dengan Ara. Ia juga mendesak penegakan aturan soal hunian berimbang, yang sejak diketok pada 2011 namun belum terealisasi, di mana pengembang diwajibkan membangun hunian dengan komposisi seimbang.
Dengan berbagai tantangan ini, nasib program pembangunan 3 juta rumah bergantung pada sinergi berbagai pihak untuk mencapai target sekaligus menavigasi berbagai isu yang muncul.

David
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
10 Aktivitas Seru Menyenangkan Saat Liburan di Ancol
- 11 September 2025
2.
Liburan Tak Terlupakan dengan Aktivitas Seru di Dufan
- 11 September 2025
3.
Keindahan Karimunjawa: Empat Destinasi Wajib Dikunjungi
- 11 September 2025
4.
Ayam Betutu, Kuliner Bali Kaya Rempah yang Legendaris
- 11 September 2025
5.
Nikmati Kesegaran Menu Minuman Momoyo 2025 Terbaru
- 11 September 2025